Halaman

Sabtu, 07 Juli 2012

Selasa, 22 Mei 2012

Rumah Tradisional Kaki Seribu - suku Arfak - Manokwari

 Masyarakat Arfak adalah komunitas asli terbesar di kabupaten Manokwari, sebagian besar berdiam di bagian tengah kepala burung pulau papua. Suku Besar Arfak terdiri dari beberapa sub suku yaitu, Suogb, Hatam dan Meyah yang memiliki adat dan budaya yang sama namun berbeda bahasa. Uniknya adalah walaupun berbeda bahasa, masyarakat sub suku dapat saling mengerti.
 
Kampung-kampung orang Arfak terletak di sekitar Kawasan Cagar Alam Pegunungan Arfak. Luas Cagar Alam Pegunungan Arfak mencapai 68.325 Ha. Dalam kawasan ini dapat dijumpai 333 Jenis Burung, 4 jenis diantaranya adalah endemik Pegunungan Arfak, 110 jenis mamalia dan juga merupakan pusat keanekaragaman kupu-kupu sayap burung Ornithopera Sp.

Secara tradisional orang atau suku Arfak tinggal di rumah tertutup yang hanya memiliki dua pintu, depan dan belakang tanpa jendela. Bentuknya unik, dibangun dengan konstruksi rumah panggung yang seluruhnya terbuat dari bahan kayu dan rumput ilalang sebagai atap. Mod Aki Aksa atau Igkojei adalah nama asli rumah tradisional suku besar Arfak; tiang penyangga ini begitu banyak sehingga orang awam menyebutnya Rumah Kaki Seribu. Saat ini populasinya semakin berkurang dan hanya bisa ditemui di kampung-kampung, pinggiran distrik pedalaman di bagian tengah Pegunungan Arfak.

Rumah Kaki Seribu, begitu mereka menyebut bangunan tempat tinggal yang terbuat dari kayu berbentuk panggung. Berbeda dari kebanyakan rumah adat berbentuk panggung, yang hanya memiliki tiang penyangga atau kaki di setiap sudutnya saja, rumah tinggal bagi Suku Arfak di pegunungan ini memiliki banyak kaki. Bahkan jarak setiap kaki-kaki bangunan mereka buat hanya sekitar 30 centimeter saja. Itulah sebabnya mereka menyebutnya Rumah Kaki Seribu.

Kondisi geografis wilayah Pegunungan Arfak berupa bukit-bukit terjal dengan ketinggian rata-rata 2000 meter dari permukaan laut. Di beberapa tempat yang kami lalui, sungai mengalir dengan deras. Tak jarang kendaraan Double Cabin 4x4 yang kami tumpangi harus turun menyeberangi sungai karena belum tersedianya jembatan. Di ketinggian 2000 meter terdapat dua buah danau besar Gigi dan Gita. Hutan merupakan pemandangan di kiri-kanan jalan dan di hampir seluruh wilayah pegunungan.

Kondisi alam seperti itulah dan ditambah lagi dengan suhu udara yang dingin membuat masyarakat di Pegunungan Arfak harus menyesuaikan diri. Termasuk dalam hal mendirikan bangunan hunian mereka. Dari cerita yang kami dapat tentang rumah kaki seribu, masyarakat mendirikan bangunan seperti itu untuk menghindar dari serangan hewan buas dan melindungi diri dari udara dingin. Itulah mengapa semua rumah adat di Pegunungan Arfak tidak memiliki jendela.

Rumah Kaki Seribu rata-rata berukuran 8x6 meter. Tinggi panggung sekitar 1 hingga 1,5 meter dan tinggi puncak atap 4,5 hingga 5 meter. Kaki-kaki rumah terbuat dari batang kayu yang mereka ambil dari hutan berukuran diameter 10 centimeter. Dinding dan lantai terbuat dari kulit kayu yang dilebarkan dan disusun rapat, kemudian dibungkus kembali dengan batang-batang kayu berukuran lebih kecil. Atap terbuat dari daun ilalang yang diikatkan pada tulang-tulang penyangga yang juga terbuat dari kayu.

Seluruh sambungan kayu tiang, lantai, dinding dan atap diikat dengan tali serat rotan dan serat kulit kayu. Sebuah tampilan bangunan sederhana namun tetap fungsional, memiliki estetika dan ciri khas yang kuat.

 

NB : Untuk gambar rumah adat kaki seribu, dapat dilihat di galeri.